Search

Perdagangan Sepi Hari Ini, Bursa Saham Asia Menghijau - CNBC Indonesia

Jakarta, CNBC Indonesia - Mayoritas bursa saham utama kawasan Asia menutup perdagangan pertama di pekan ini, Senin (7/10/2019), di zona hijau: indeks Straits Times menguat 0,69%, indeks Kospi naik 0,05%, sementara indeks Nikkei terkontraksi 0,16%.

Perdagangan di bursa saham Asia pada hari ini kurang ramai, seiring dengan diliburkannya perdagangan di bursa saham China dan Hong Kong.

Bursa saham China diliburkan guna memperingati 70 tahun lahirnya Republik Rakyat China, sementara perdagangan di bursa saham Hong Kong diliburkan seiring dengan perayaan Chung Yeung Festival.

Sentimen yang menyelimuti perdagangan hari ini sejatinya terbilang negatif. Pertama, ada potensi bahwa perang dagang AS-China akan tereskalasi. Untuk diketahui, pada hari Kamis (10/10/2019) AS dan China dijadwalkan untuk mulai menggelar negosiasi dagang tingkat tinggi di Washington. 

Namun, ada hawa yang tak mengenakan menjelang negosiasi dagang tingkat tinggi yang begitu dinanti-nantikan tersebut. Pemberitaan dari Bloomberg menyebut bahwa pejabat pemerintahan China telah memberi sinyal bahwa Beijing enggan untuk menyetujui kesepakatan dagang secara menyeluruh seperti yang diinginkan oleh Presiden AS Donald Trump.

Dalam pertemuan dengan perwakilan dari AS dalam beberapa minggu terakhir di Beijing, pejabat senior dari China telah mengindikasikan bahwa kini, materi-materi yang bersedia didiskusikan oleh pihak China dalam negosiasi dagang tingkat tinggi telah menyempit, seperti dilansir oleh Bloomberg dari orang-orang yang mengetahui masalah tersebut.


Lebih lanjut, pemberitaan dari Bloomberg menyebut bahwa Wakil Perdana Menteri China Liu He telah menginformasikan kepada pihak AS bahwa dirinya akan membawa proposal kesepakatan dagang ke Washington yang tak memasukkan komitmen untuk merubah praktek pemberian subsidi terhadap perusahaan-perusahaan asal China.

Perdagangan Berlangsung Sepi, Bursa Saham Asia MenghijauFoto: Presiden AS Donald Trump berbicara dengan Wakil Perdana Menteri China Liu He di Kantor Oval Gedung Putih di Washington, AS, 4 April 2019. REUTERS / Jonathan Ernst

Padahal, praktek pemberian subsidi terhadap perusahaan-perusahaan asal China oleh pemerintah merupakan salah satu hal yang sangat ingin diubah oleh AS. Kalau diingat, bahkan hal ini merupakan salah satu faktor yang melandasi meletusnya perang dagang antar kedua negara. 

Dengan sikap China yang kembali keras, tentu potensi eskalasi perang dagang AS-China menjadi risiko yang tak bisa dianggap sepele.

Kedua, ada perang dagang AS-Uni Eropa yang sudah di depan mata. Belum juga perang dagang AS-China beres, kini AS selaku negara dengan nilai perekonomian terbesar di dunia malah memanaskan hubungan dagang dengan blok ekonomi terbesar di dunia. 

Pada pekan lalu, Kantor Perwakilan Dagang AS merilis daftar produk impor asal Uni Eropa yang akan dikenakan tambahan bea masuk. Tambahan bea masuk tersebut terbagi dalam dua level, yakni 10% dan 25%. Pesawat terbang, kopi, daging babi, hingga mentega termasuk ke dalam daftar produk yang disasar AS.

Daftar produk tersebut dirilis pasca AS memenangkan gugatan di World Trade Organization (WTO). AS menggugat Uni Eropa ke WTO lantaran Uni Eropa dianggap telah memberikan subsidi secara ilegal kepada Airbus, pabrikan pesawat terbang asal Benua Biru.

Dampak dari subsidi ilegal tersebut adalah pabrikan pesawat asal AS, Boeing, menjadi kurang kompetitif. WTO memberikan hak kepada pemerintahan Presiden Donald Trump untuk mengenakan bea masuk tambahan terhadap produk impor asal Uni Eropa senilai US$ 7,5 miliar.

Berang dengan keputusan AS, Uni Eropa membuka ruang untuk membebankan bea masuk balasan terhadap produk impor asal AS.

Ketiga, sentimen negatif bagi pasar saham Asia datang dari ketegangan di Semenanjung Korea. Negosiasi antara negosiator tingkat tinggi Korea Utara dan AS yang dilakukan di Swedia pada hari Sabtu (5/10/2019) berakhir dengan buruk dan membuat prospek perdamaian antar kedua negara menjadi memudar.

Padahal, sebelumnya ada optimisme bahwa negosiasi ini akan membuka jalan untuk mengakhiri perselisihan kedua negara. Untuk diketahui, AS telah lama mendesak Korea Utara untuk melakukan denuklirisasi, sementara Korea Utara meminta penghentian embargo di bidang ekonomi.

Kepala Negosiator Nuklir Korut, Kim Myong Gil, menghabiskan sebagian besar hari Sabtu dalam pembicaraan dengan delegasi Amerika. Namun, dirinya menyalahkan sikap AS yang dinilai cenderung tidak fleksibel dan tak mau melepaskan sudut pandang lama mereka.

"Negosiasi belum memenuhi harapan kami dan akhirnya putus," kata Kim kepada wartawan di luar kedutaan Korea Utara, berbicara melalui seorang penerjemah, dikutip dari CNBC International.

AS pun berkilah. Departemen Luar Negeri AS justru mengatakan bahwa komentar Republik Rakyat Demokratik Korea (DPRK) itu tidak mencerminkan "isi atau semangat" dari pembicaraan yang berlangsung setidaknya delapan setengah jam tersebut, dan Washington telah menerima undangan Swedia untuk kembali ke negara tersebut untuk melanjutkan diskusi lebih lanjut dengan Pyongyang dalam 2 minggu ke depan.

Perdagangan Berlangsung Sepi, Bursa Saham Asia MenghijauFoto: Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un dan Presiden AS Donald Trump berbicara di taman hotel Metropole selama Korea Utara-AS kedua. KTT di Hanoi, Vietnam 28 Februari 2019. (REUTERS / Leah Millis)

"AS membawa ide-ide kreatif dan berdiskusi dengan rekan-rekan dari DPRK," kata juru bicara pemerintah AS Morgan Ortagus dalam sebuah pernyataan, dikutip dari CNBC International.

Ortagus mengatakan delegasi AS telah meninjau sejumlah inisiatif baru yang akan membuka jalan bagi kemajuan dalam pembicaraan kedua negara, serta menggarisbawahi pentingnya keterlibatan yang lebih intensif untuk menyelesaikan banyak masalah antara Korut dan AS.

"AS dan DPRK tidak akan mengatasi warisan perang dan permusuhan 70 tahun di Semenanjung Korea melalui satu hari Sabtu saja. Ini adalah masalah yang berat dan membutuhkan komitmen yang kuat dari kedua negara. AS memiliki komitmen itu," katanya.

Pada Sabtu malam, Kim Myong Gil menuduh AS tidak berniat menyelesaikan perbedaan-perbedaan yang ada melalui dialog sembari menegaskan bawa denuklirisasi Semenanjung Korea bisa dilakukan, namun dengan catatan sanksi terhadap perekonomian Korea Utara bisa dihilangkan.

"Ketika semua hambatan yang mengancam keselamatan Korea Utara dan membatasi perkembangan kami dihilangkan sepenuhnya tanpa bayang-bayang keraguan," ujarnya.


TIM RISET CNBC INDONESIA

 

(ank/tas)

Let's block ads! (Why?)



"hari" - Google Berita
October 07, 2019 at 05:16PM
https://ift.tt/2LTgCsr

Perdagangan Sepi Hari Ini, Bursa Saham Asia Menghijau - CNBC Indonesia
"hari" - Google Berita
https://ift.tt/30byRRZ

Bagikan Berita Ini

0 Response to "Perdagangan Sepi Hari Ini, Bursa Saham Asia Menghijau - CNBC Indonesia"

Post a Comment

Powered by Blogger.