KOMPAS.com - Pagi itu, 26 Desember 2004, Nazariah (23) sedang melakukan kegiatan sehari-hari di rumahnya, Desa Jamboe Timur, Kemukiman Meuraksa, Kecamatan Blang Mangat, kota Lhok Seumawe.
Nazariah tak akan pernah melupakan peristiwa yang menimpanya pada hari Minggu pagi itu.
Di tengah aktivitasnya itu, gempa tiba-tiba mengguncang rumahnya. Tak lama setelahnya, terdengar seruan orang bahwa air laut telah naik ke darat.
Sambil menggendong anaknya yang berusia tiga tahun, ia pun membawa lari ibunya untuk menyelamatkan diri.
Namun, Ketika ia telah lari sekitar 200 meter, gelombang setinggi rumah mengejar dan menyapu kakinya sehingga tubuhnya sempat terjatuh.
Meski berhasil menyelamatkan anaknya, ia tak mampu menolong ibunya yang juga terjatuh dann terseret gelombang laut.
Baca juga: Hari Ini dalam Sejarah: Legenda Film Bisu, Charlie Chaplin Meninggal Dunia
Nazariah hanya bisa melihat ibunya terseret air beberapa meter di belakangnya kemudian menghilang.
Hari ini 15 tahun lalu, gempa bumi berkekuatan 9,0 magnitudo dan tsunami menerjang Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan Sumatera Utara pada 26 Desember 2004.
Dikutip dari History, gempa ini menjadi gempa terkuat kedua yang pernah terekam dan menjadikannya sebagai salah satu dari sepuluh bencana terburuk sepanjang masa.
Nazariah merupakan satu dari ratusan ribu korban gempa bumi dan tsunami Aceh 2004.
Tercatat, sekitar 170.000 orang meninggal dunia dan puluhan ribu bangunan hancur setelah terhempas gelombang tsunami.
Satu hari berselang, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menetapkan hari berkabung nasional dan darurat kemanusiaan serta bakti sosial selama tiga hari, dari tanggal 27 Desember 2004 hingga 29 Desember 2004.
Negara terdampak
Tak hanya di Indonesia, sejumlah negara sekitar Samudra Hindia juga terkena dampak gempa dan tsunami itu.
Dahsyatnya getaran gempa tersebut bahkan dirasakan sampai Somalia, Afrika Timur yang berjarak 6.000 kilometer dari Samudra Hindia.
Akan tetapi, kawasan yang paling parah terkena imbasnya adalah Asia Tenggara dan Asia Selatan.
Di Thailand, gelombang setinggi 10 meter menerjang lima provinsi yang terletak di sepanjang pesisir selatan, yaitu Songkhla, Phuket, Krabi, Phang Nga, dan Surat Thani.
Baca juga: Hari Ini dalam Sejarah: Uni Soviet Serbu Afghanistan Saat Tengah Malam
Sementara itu, kondisi di daerah pesisir India dan Sri Lanka juga tak kalah memprihatinkan. Sejumlah bangunan hancur dan terendam, sedangkan korban tewas yang belum sempat terangkut tampak berserakan di mana-mana.
Harian Kompas, 28 Desember 2004 mencatat korban meninggal di India sedikitnya 6.280 orang, Thailand 2.000 orang, Somalia 100 orang, Malaysia 51 orang, Myanmar 56 orang, dan Maladewa 100 orang.
Diperkerikan jumlah keseluruhan korban dari berbagai negara yang terdampak gempa dan tsunami tersebut mencapai 230.000 jiwa.
Penyebab
Harian Kompas, 29 Desember 2004 memberitakan, pusat gempa berada pada sekitar 149 kilometer sebelah barat Meulaboh, Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.
Kekuatan gempa sebesar 9,0 magnitudo yang terjadi di Samudra Hindia itu, menurut catatan USGS, setara dengan ledakan atau tenaga yang dilepas 32 megaton peledak trinitrotoluena atau TNT.
Gempa tersebut diakibatkan oleh interaksi lempeng Indo-Australia dan Eurasia.
Gempa-gempa besar yang berpusat di dasar laut pada kedalaman 10 kilometer dan tergolong gempa dangkal itu telah menimbulkan gelombang tsunami yang menerjang wilayah pantai yang berada di sekeliling pusat gempa tersebut.
Sementara itu, gelombang pasang raksasa yang terjadi dikarenakan pertemuan kedua lempeng tersebut bertipe subduksi atau menujam.
Baca juga: Hari Ini dalam Sejarah: Depresi, Vincent van Gogh Potong Telinganya Sendiri
Lempeng Indo-Australia yang berada di bawah laut menukik masuk ke bagian bawah lempeng benua Eurasia.
Lempeng samudra yang bergerak aktif terus mendesak lempeng benua hingga membuat batuan di bawahnya tidak kuat lagi menahannya dan pecah.
Kondisi ini menimbulkan pergeseran yang tiba-tiba menimbulkan guncangan tanah atau gempa bumi.
Pergeseran batuan secara tiba-tiba yang menimbulkan gempa itu disertai pelentingan batuan, yang terjadi di bawah pulau dan dasar laut.
Proses ini akan menggoyang air laut hingga menimbulkan gelombang laut yang disebut tsunami.
Simpati
Untuk menghormati korban bencana di Aceh, beberapa agenda besar yang sedianya akan digelar kala itu, seperti Perayaan Natal Nasional dan Tahun Baru, dibatalkan.
Panitia Natal Bersama Nasional 2004 sepakat untuk membatalkan acara dan mengalihkan seluruh pembiayaan Natal Nasional 2004 untuk disumbangkan kepada para korban bencana tersebut.
Di beberapa daerah lainnya, agenda tahunan perayaan menyambut tahun baru pun dibatalkan atau setidaknya dilakukan secara sederhana.
Selain itu, penggalangan dana untuk korban bencana gempa terus dilakukan berbagai elemen masyarakat dengan berbagai cara.
Di Yogyakarta, misalnya, mahasiswa dan masyarakat Aceh di DIY dibantu mahasiswa dari daerah lainnya mendirikan tiga posko bantuan di bundaran kampus UGM, Asrama Mahasiswa Tjut Nyak Dien di Jalan Kartini, serta di Jalan Malioboro.
Komunitas seniman di Yogyakarta juga langsung membentuk kolaborasi dengan penyelenggara acara (event organizer/EO) guna menggelar berbagai pertunjukan amal.
Hasil pertunjukan amal itu seluruhnya akan disumbangkan pada korban bencana alam di Aceh,
seperti dikutip dari pemberitaan Harian Kompas, 29 Desember 2004.
"hari" - Google Berita
December 26, 2019 at 06:20AM
https://ift.tt/35ShzsB
Hari Ini dalam Sejarah: Gempa dan Tsunami Aceh 2004 - Kompas.com - KOMPAS.com
"hari" - Google Berita
https://ift.tt/30byRRZ
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Hari Ini dalam Sejarah: Gempa dan Tsunami Aceh 2004 - Kompas.com - KOMPAS.com"
Post a Comment