Kekuatan ibu untuk mengabdikan dirinya demi menjadi tulang punggung keluarga juga menjadi makna tersendiri di Hari Ibu. Namun apa sebenarnya makna Hari Ibu?
Nursyahbani Katjasungkana, aktivis emansipasi perempuan mengungkapkan bahwa Hari Ibu punya makna lebih dari sekadar perayaan untuk jasa ibu dan istri.
Di Hari Ibu, 22 Desember 2019, ratusan perempuan melakukan aksi jalan ke Istana Negara dengan tema Perempuan Meruwat Negeri yang digelar oleh Aliansi Perempuan Bangkit.
Selain menyuarakan tuntutan terkait isu perempuan dan politik, aksi ini juga bertujuan untuk mendefinisikan ulang makna Hari Ibu bagi seluruh masyarakat.
"Hari ini memperingati 91 tahun Kongres Pergerakan Perempuan yang pada tahun 1951 ditetapkan sebagai Hari Ibu. Sejak saat itu perempuan lebih ditonjolkan sebagai istri dan ibu rumah tangga. Kami ingin mendefinisikan kembali Hari Ibu sebagai kebangkitan perempuan," kata salah satu inisiator aksi, Nursyahbani Katjasungkana, Jakarta, Minggu (22/12).
Dia mengungkapkan, sejak era Soekarno, Hari Ibu dinilai hanya berfokus pada istri dan ibu rumah tangga.
Menurut Nursyahbani, pergerakan perempuan 91 tahun lalu itu melibatkan 1.000 perempuan yang berkumpul membahas masalah pendidikan dan hak politiknya. Nursyahbani mengatakan seharusnya hari ini mengangkat pergerakan perempuan dan menyuarakan hak-hak perempuan dan kaum marjinal.
"Hari ini seharusnya menjadi pergerakan kebangkitan perempuan," ucap Nursyahbani.
"Akan tetapi kita tahu bahwa Hari Pergerakan perempuan di tahun 51 menetapkan bahwa 22 Desember sebagai Hari Ibu, sejak saat itu maknanya diglorify-ng sebagai istri yang mengurus rumah tangga. Ini yang lebih ditonjolkan dibanding untuk pergerakan bangsa."
Awalnya, Hari Ibu diperingati untuk mengenangkan jasa dan semangat kaum perempuan dalam memperjuangkan dan mengisi kemerdekaan. Penetapan Hari Ibu dilakukan oleh Presiden Soekarno. Pada 22 Desember 1928 diselenggarakan Kongres Perempoean Indonesia di Yogyakarta. Kongres yang diselenggarakan di Dalem Jayadipuran ini dihadiri oleh sekitar 30 organisasi wanita dari 12 kota di Jawa dan Sumatera.
Kongres berawal dari semangat Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928. Tertular semangat pemuda, kaum perempuan terbakar semangatnya dan menyelenggarakan kongres. Kongres dimaksudkan untuk menggalang persatuan antarorganisasi yang saat itu cenderung bergerak sendiri-sendiri.
Saat kongres yang ketiga di Bandung pada 1938, diputuskan tanggal 22 Desember sebagai Hari Ibu. Kemudian pada 22 Desember 1953 sekaligus peringatan kongres yang ke-25, Presiden Soekarno melalui Dekrit RI No.316 Tahun 1953 menetapkan setiap 22 Desember diperingati sebagai Hari Ibu.
Momen Hari Ibu tahun ini, demi mengembalikan kembali makna sesungguhnya tentang pergerakan perempuan, berbagai organisasi profesioal buruh membentuk Aliansi Perempuan Bangkit. Aliansi ini diharapkan bisa mengembalikan makna Hari Ibu menjadi momen kebangkitan kaum perempuan untuk mengangkat berbagai isu, termasuk situasi politik yang berdampak besar bagi perempuan.
"Pemerintah saat ini masih jauh dalam upaya untuk perempuan. RUUPKS ditunda dan dimarjinalkan karena RUUPKS pembahasannya ditunda, negata tidak mengakomodir kebutuhan perempuan. Negara harus melibatkan perspektif gender dalam pengambilan kebijakan," kata aktivis perwakilan Indonesia Feminis Dea Safira.
(ptj/chs)
"hari" - Google Berita
December 22, 2019 at 01:55PM
https://ift.tt/2saicz6
Mengembalikan Makna Perempuan di Hari Ibu - CNN Indonesia
"hari" - Google Berita
https://ift.tt/30byRRZ
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Mengembalikan Makna Perempuan di Hari Ibu - CNN Indonesia"
Post a Comment